17 March, 2005

satu dari sekian mimpi

Aku masih punya banyak mimpi dalam hidup yang mungkin hanya sebentar ini. Aku yakin itu semua bisa kuwujudkan kalau saja aku berjuang keras untuk itu dan kalau memang Allah mengizinkan. Ah...Dia kan memberi jalan untuk sebuah niat baik hamba-Nya.
hari -hariku sebagai mahasiswa mungkin tersisa sedikit lagi, ya! sekitar satu tahun lagi, itupun kujalani tidak seperti dulu yang dihujani sekian banyak aktivitas kemahasiswaan dan keorganisasian. Entah mengapa di akhir masa kuliah ini aku lebih banyak berkontemplasi (ciee...) dan belajar untuk memahami diri. Bukan berarti aku sudah tak berminat lagi dengan dua aktivitas yang mengisi hari-hariku hingga detik ini, tapi mungkin karena aku ingin lebih berkonsentrasi pada diri ini. Akhir-akhir ini kegiatan yang lebih banyak menguras tenaga dan pikiranku hanya membaca, menulis, menjadi pengamat (kaya' apa saja) dan aku masih belajar banyak hal. Terus terang hubunganku dengan dunia luar seperti yang pernah kujalani sudah menurun. Paling masih sedikit aktif ikut berdiskusi dengan beberapa juniorku di kampus, terus terang aku yang lebih banyak belajar dari mereka. Beberapa dari mereka pun ada yang sering mampir ke kamarku sekedar diskusi kecil dan membicarakan sesuatu seputar kampus dan pada akhirnya mereka pulang dengan memboyong buku dari kamarku.
Ada satu dari sekian impian yang ingin kuwujudkan 3 tahun mendatang dengan segala rancangan dan rencana yang kubuat, meskipun masih bisa berubah. Aku ingin membuat taman bacaan khusus untuk anak-anak terlantar umur 5-13 tahun. Entah mengapa hati ini terus terdorong untuk melakukan itu, yang ada hanyalah perasaan ingin memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan haknya sebagai manusia di negeri ini. Aku ingin mereka mengenyam pendidikan dan belajar tanpa harus terbebani. Orang-orang yang tahu impianku ini mungkin akan berpikir ini merupakan hal yang sulit dilakukan dan butuh banyak pengorbanan. Ya! mereka memang benar, tapi sekali lagi "bukankah segala sesuatu dan tindakan yang kita putuskan selalu membutuhkan pengorbanan juga beresiko" pikirku. harapan yang ada cuma satu, semoga saja aku tetap menjadi manusia yang tangguh ketika menerima kegagalan demi kegagalan. Sewaktu SMU dulu aku sendiri pernah menemui kegagalan ketika membuka les gratis bahasa inggris dan mengaji untuk anak-anak SD. tak hanya disitu, semasa kuliahku di awal semester aku pernah mengajar 2 kali seminggu di sebuah Sekolah Dasar disini. Karena beragam kesibukan dan tanggung jawab yang kuemban, dengan terpaksa aku harus berhenti mengajar. Aku rindu dengan murid-muridku. Pertengahan semester 5 salah satu guru yang mengajar disana pernah memintaku lagi mengajar, dengan rasa bersalah aku tak sanggup memenuhi permintaannya. Aku juga pernah ikut mengajar anak-anak terlantar bersama sahabat-sahabat SMU ku di bawah jembatan layang daerah Kota, Jakarta Barat. Salah satu sahabatku dan beberapa temannya tergabung dalam klub KSPA (Kelompok Studi Pecinta Anak). Sungguh pengalaman yang paling seru dan mengharukan dalam hidupku. Ini sangat berkesan. Bagaimana tidak, sewaktu ikut mengajar semua perasaan bercampur. Haru, bahagia, sedih dan marah. Bahagia dan haru ketika melihat mereka masih memiliki semangat yang tinggi untuk belajar dengan segala keterbatasan yang mereka dan kami miliki. Sedih, karena mereka tidak mendapatkan haknya sebagai anak yang layak mengenyam pendidikan, belum lagi ditambah kerasnya hidup yang harus mereka jalani. Marah, karena pemimpin di negeri ini beserta konco-konconya kurang memberikan perhatian atas masalah ini, padahal mereka itu merupakan aset negara di masa yang akan datang. Aku juga sedih melihat orang tua mereka yang masih rendah tingkat kepeduliannya terhadap pendidikan anak-anaknya, meskipun sudah banyak dibentuk sekolah gratis seperti yang dibentuk teman-temanku ini. Namun aku maklum, ada pandangan yang berbeda antara kami dengan mereka. Ada hal yang mereka anggap lebih penting daripada sekedar harus menyekolahkan anak-anak mereka, tak lain tak bukan bagaimana caranya mencari makan untuk lapar yang mereka dera. Waktu yang 24 jam itu tak cukup bagi mereka untuk mengais rejeki dari hari ke hari. Hanya satu hal yang dapat mengubahnya, komunikasi yang intens antara kami sebagai sukarelawan yang mengajar dengan para orang tua. Kami mencoba memberi pengertian dengan harapan mereka dapat mengubah cara pandangnya.
Amat disayangkan kegiatan itu hanya dapat kulakukan ketika libur menyambutku, dan akhirnya aku kembali ke Makassar tanpa kontribusi apa-apa untuk sekian banyak anak-anak terlantar disini. Aku masih punya janji dengan mereka, suatu saat aku pasti akan memenuhinya. Setidaknya, ketika aku sudah berkeluarga nanti aku ingin bagian dari rumah yang kutempati entah itu halaman ataupun teras akan kugunakan sebagai tempat untuk memnuhi janjiku kepada mereka. Ya! mendidik mereka dengan kemampuan dan keterbatasan yang kumiliki. Tapi, belum tentu ya aku menetap disini. Terus terang aku sangat menyukai kota ini, kota beribu harapan. Mudah-mudahan teman masa depanku nanti memboyongku untuk menetap disini. amin...

No comments:

Post a Comment

jika mampir dan sempat membaca, silahkan sejenak berkomentar...terima kasih ^_^