12 September, 2005

u can count on me

Beberapa waktu lalu ketika melintas di fakultas aku bertemu seorang adik, seperti biasanya kita bersalaman sambil cipika cipiki (cium pipi kanan,cium pipi kiri). Sudah lama sekali aku tak bertemu dan ngobrol dengannya, dengan nada ingin tahu dia terus bertanya tentang kabar, kesehatan, dan kesibukanku. Kupikir itu semua wajar jika dua orang lama tak bertemu pasti akan melepas rindu dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Beberapa menit kemudian matanya berkaca-kaca, aku pun bertanya kenapa dia seperti terlihat sedih sekali, dan dengan penuh percaya diri aku bilang bahwa dia rindu sekali denganku. Dia mengiyakan, tapi lama kelamaan air mata di pelupuk matanya penuh dan siap-siap untuk jatuh seperti hujan yang baru muncul ketika kemarau melanda.
Aku peluk dia, dan mengelus punggungnya. Dia memelukku erat sekali dan air matanya bertambah deras. Aku membiarkan dia beberapa lama menangis di pelukanku, setelah tangisnya begitu reda aku mulai bertanya dan memintanya untuk bercerita. Ah…ternyata dia sedang mengalami hari-hari terberat dalam hidupnya, beragam masalah harus ia pendam sendirian, dia takut jika harus menceritakannya kepada orang lain. Ketakutan-ketakutan dalam dirinya merupakan suatu hal yang memang biasanya muncul pada manusia, dia mengalami ketakutan yang aku sendiri pernah mengalaminya. Katanya dia capek dengan segala masalah dan cobaan yang menimpanya, tak pernah berhenti dan datang silih berganti . Mungkin tekanan psikologis kami lahir dari latar belakang yang sama. Hanya saja aku merasa patut lebih beruntung masih memiliki teman berbagi dan diskusi untuk memaknai bahwa hidup tak sekejam itu. Aku selalu meyakini bahwa selalu ada orang-orang yang dikirimkan Tuhan untuk bisa menenangkan dan meneguhkan hati ini ketika problematika hidup muncul. Tapi, tidak untuk dia yang harus menyimpannya sendiri, sampai sampai dia ingin mengakhiri hidup dengan mengiriskan nadinya. Allah…aku ingin menjadi saudara, kakak, dan teman tempatnya berbagi. Dan hari itu, dia mempercayakan aku sebagai teman berbaginya setelah aku meyakinkannya. Aku bilang padanya masih ada orang-orang yang yang membutuhkan dirinya, masih banyak orang yang menyayanginya, masih ada orang yang peduli akan dirinya, dan masih ada orang yang dapat memahaminya.
Dan aku adalah salah satu orang itu adikku…u can count on me sis :)
(hiks..hiks…aku jadi ingat adikku yang di Jakarta)

Setelah itu aku memintanya untuk tersenyum, dengan wajahnya yang putih pipinya jadi terlihat merah. Akhirnya kitapun berpisah, kembali menjalani aktivitas masing-masing. Aku punya doa untuknya : “ Ya ALLAH kuatkanlah hatinya dan berikanlah dia kesabaran dalam menghadapi dan menikmati cobaan-Mu”

Bersemangat!!!

No comments:

Post a Comment

jika mampir dan sempat membaca, silahkan sejenak berkomentar...terima kasih ^_^