Orang bisa secara fanatik membaktikan hidupnya pada politik atau keyakinan agama atau segala bentuk dogma maupun tujuan lain karena dogma atau tujuan tersebut meragukan
(Robert T Pirsig - Zen and the Art of Motorcycle Maintenance)
kenapa mesti ada diskriminasi, jika semuanya dapat diperlakukan sesuai dengan haknya, tidak mendzalimi namun menghargai.
dan saya pun teringat postingan milik seorang teman
Allah, berilah saya kekuatan, termasuk menghormati yang tidak berpuasa... (kotakjimpe.blogdrive.com)
hari ini teman sekantor yang lebih tepat atasan saya : menangis dan berbagi resah, bukan karena setumpuk pekerjaan yang harus dia lakoni atau penyakit ketidakstabilan mood karena pms (pre mestruation syndrome) (kalau dua penyakit ini lebih condong ke saya,hehe...). Usut punya usut dari ceritanya dia merasa menjadi korban diskriminasi dan harga dirinya sebagai seorang manusia (tepatnya individu) telah diusik.
begini ceritanya, tanggal 2 kemarin kantor saya membagikan THR yang dikirim ke rekening karyawan langsung. Nah! Atasan saya tadi bertanya kepada saya untuk memastikan apakah saya sudah dikirimkan? Otomatis, karena sebelumnya saya memang sudah cek ke Muamalat dan terheran-heran kok ada uang masuk lagi (ternyata dari kantor), saya bilang sudah. Dia pun menimpali dengan senyum. Hari ini, saya ditemani atasan saya untuk lunch (maaf, secara saya sedang tidak puasa karena masalah wanita,hehe..), padahal dia sudah membawa jatah makan siangnya sendiri dari rumah untuk makan diam-diam di dalam ruangan dengan alasan menghormati orang-orang berpuasa.
pergilah kami berdua ke tempat bakmi ayam kesukaan kami yang lokasinya tak jauh dari kantor dan pas berseberangan dengan pasar rumput. kami memesan mi ayam bakso 2, dia minum fanta rasa anggur, dan saya memilih jus jambu kelutuk dengan alasan ingin menambah kadar Hb (hemoglobin).
saya mengawali pembicaraan dengan pertanyaan
"mba tadi dipanggil ibu (maksudnya direktur eksekutif kantor saya) kenapa?ada masalah?"
biasanya dia yang selalu bertanya hal senada ke saya mengenai pekerjaan-pekerjaan saya.
"nggak de', cuma membahas yang waktu hari jum'at", jawabnya.
"emang hari jum'at ada apaan?aku kan ke UI depok, sorenya baru balik ke kantor", tanyaku lagi.
"itu..masalah THR dan ruangan baru kita nanti", sergahnya.
"ooo...eh iya, katanya mba dapat THR juga ya?kok begitu, jadi bulan Desember mba gimana?ruangan barunya kenapa?", tanyaku lagi bertubi-tubi.
"nah itu dia de', saya merasa tersinggung dengan alasan kenapa saya diberikan THR sekarang, bukan karena jumlah nominalnya, tapi saya merasa tidak dihargai sesuai dengan yang seharusnya. Saya merayakan hari raya Desember nanti, tapi kenapa dengan alasan penyeragaman dan memudahkan bagian keuangan. Pimpinan kantor bertindak tanpa meminta konfirmasi terlebih dahulu, ini hal yang riskan, kenapa tidak dibicarakan terlebih dahulu ke saya. Apa saya tidak punya hak untuk berpendapat?Apa mereka tidak mau menerima perbedaan?saya tahu, saya lain sendiri disana. Tapi apa tak ada alasan lain yang lebih bijaksana?", jawabnya dengan nada bergetar dan sedikit melinangkan air mata.
lalu saya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan hanya bisa menimpali,
"mba tenang aja, maksud mereka mungkin bukan begitu.biarpun mba nggak seagama sama sultra, toh selama ini semuanya baik-baik saja kan.mungkin memang seperti itu alasannya, meskipun sultra juga kalau jadi mba akan merasakan hal yang sama. tapi, mba tenang aja deh..yang penting kan saling menghargai", jawab saya dengan senyum.
"tapi nggak bisa terus begitu de', kamu masih ingat kan masalah sebelumnya, untuk kedua kalinya terulang dan terkait dengan diskriminasi. cuma karena saya non islam, maaf sultra..", jawabnya lagi.
"mba, mba W tahu? (manager saya yang sedang bertugas di Ausiie). coba mba diskusiin ke dia, bagaimanapun dia kan atasan kita dan mungkin dia yang bisa jadi penghubung antara mba dengan mereka" tanyaku.
"mba W sudah tahu, dan dia marah langsung mengirimkan e-mail dan sms ke mereka bernada ini bla...bla...bla...(panjang, pokoknya terkait ketidaksukaan mengenai hal yang mengarah ke diskriminasi itu)", sergahnya.
"ya sudah, biar itu diselesaikan mba W. toh! mba kan sudah bicara dengan mereka, meski lagi kata maaf terlontar. siapkan saja dada yang lapang, lagipula saya, mba W dan mba D nggak pernah melihat mba dari agama mba. Kita kan partner kerja, jadi harus kompak. Mba udah lihat iklan coca cola yang baru? sultra suka banget. begitulah seharusnya kita", timpalku dengan semangat dan senyum.
"iklan yang mana?hampir tadi pagi memutuskan untuk tidak ke kantor, tapi pas mikir lagi tentang kerjaan juga kerjaanmu, jadi membatalkan niat itu.", kilahnya.
"lhoo...kalo mba nggak ada, ntar nggak ada yang ngeliatin sultra ngomong sendiri 'n tiba-tiba nangis pas lagi ngerjain kerjaan bejibun itu dong?iklannya bagus, ntar mba lihat aja",
"huss! kamu itu, iya nanti ta' lihat. thanks de' "
kenapa keyakinan yang kita miliki harus menyakiti orang lain, jika masih ada cara yang lebih bijak untuk menunjukkan betapa indahnya keyakinan yang kita pegang. terkadang ada hal-hal yang sebenarnya lebih substantif daripada sekedar berbicara dosa secara tekstual. bukankah menyakiti orang lain termasuk dosa?terlebih sulit untuk disembuhkan, apalagi karena kata yang salah bicara.
merujuk pada agama yang saya yakini, terdapat ayat (Q.S Al Hujurat ayat 13) yang menyatakan bahwa kita dilahirkan bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dan dengan perbedaan lainnya dengan tujuan agar saling kenal mengenal dan mengasihi.
dan bukankah Islam itu rahmatan lil 'alamiin? rahmat bagi seluruh umat, siapapun itu.
Orang bisa saja soleh secara pribadi, tapi akhlaknya cacat jika kesolehan sosialnya tak ada.
sungguh! sudah terlalu banyak pelajaran bahwa "satu diskriminasi akan melahirkan diskriminasi lainnya". ini juga yang dialami saudara-saudara kita di Perancis, Palestina, Inggris, dan belahan bumi lainnya. Bukankah lebih enak jika yang muncul sikkap positif, saling mengerti dan menghargai. bukan dendam ataupun pembalasan.
Allah...maafkan hamba dan mereka yang tidak menyadari kedzalimannya atas nama perbedaan yang muncul. Cukuplah Rasulullah dan para ta'biin menjadi tauladan bahwa akhlak yang baik diutamakan.
memang susah kalau ada yang merasa mayoritas, pasti yang minoritas tertindas. Makanya sulit untuk membuat sistem tunggal yang hanya mengakomodir kepentingan satu kelompok pada sebuah masyarakat yang majemuk
ReplyDeletememang susah pada masyarakat yang tidak memahami toleransi, selalu merasa mayoritas dan kuat sehingga dengan seenaknya menindas yang minoritas. Makanya, pada sebuah masyarakat yang majemuk, sulit menerapkan sistem yang hanya mengakomodir kepentingan satu kelompok saja.
ReplyDeleteyup! jd hrs dihilangkan pandangan spt itu kan...minimal perasaan spt itu /(^_^)\ jgn ditinjau kepentingan per individu, kpentingan bersama dong..biar klo maju 'n baik jd sama2.kan enak tuh..
ReplyDelete