Jam menunjukan pukul dua, bukan kebetulan hari itu aku ke kampus ditemani teriknya matahari. Dari tempat kos niatku ke fakultas hanya ingin mengambil barang yang tertinggal di loker himpunan dua hari yang lalu, kemarin hari minggu jadi tak memungkinkan kesana. Setelah urusan itu selesai, seperti biasa aku duduk di koridor fakultas. Tepatnya di depan tempat fotokopi yang cukup dipenuhi manusia berlalu lalang. Aku paling suka membaca papan pengumuman, sekedar ingin tahu berita, tulisan atau acara terbaru seputar kampus. Ini memang kebiasaanku sejak SMU, mading salah satu hal yang kutunggu tiap minggunya.
Ada beberapa pamflet yang cukup menarik dan menggelitik, salah satunya mengenai acara seminar sehari yang membahas persiapan bersaing di dunia kerja (ya...mirip-mirip seperti itu lah). Dua hari sebelumnya salah seorang teman menawarkanku tiket acara itu. Sewaktu ditawarkan aku sempat tertawa sendiri, menertawai diri yang mungkin beberapa waktu mendatang siap-siap akan menambah jumlah pengangguran di negeriku ini (sekedar prediksi).
"ah... lagipula aku tak pernah tertarik kerja kantoran"pikirku. Toh! kerja di kantor dari pukul delapan pagi hingga menjelang senja tenggelam menurutku pekerjaan paling membosankan,sambil terus berkutat di satu ruangan atau pun gedung. Jujur saja sedari kecil cita-citaku tak pernah mampir pada pekerjaan seperti ini, yang ada aku pernah ingin sekali menjadi pemandu wisata (guide), menjadi presenter acara yang menantang (mungkin sejenis "jejak petualang"), bahkan sewaktu aku menjadi bolamania dan balapmania aku mau menjadi wartawan olahraga yang siap-siap meliput dimana-mana, jadi wartawan perang juga boleh, bisa dapat pengalaman seperti Meutia Hafidz. Seru kan?!. Pokoknya semua cita-cita yang terlintas berhubungan dengan orang banyak, intensitas dengan beragam karakter tinggi, dan yang pasti menantang, jadi kupikir itu memberikanku banyak pengetahuan.
Aku juga heran dengan teman-temanku yang cita-citanya kebanyakan seputar menekuni karir sebagai karyawan ataupun pegawai. Atau...mungkin saja mereka banyak memiliki cita-cita yang terpendam sepertiku dulu, tapi semuanya berubah sesaat setelah menghadapi realitas. Akupun sekarang memilih ingin menjadi pendidik nantinya (keluargaku pun heran), minimal pendidik yang masih diperlukan anak-anak yang berteriak kelaparan hingga tak menyempatkan diri mengenyam yang namanya pendidikan, ini kan juga berhubungan dengan banyak manusia. Ya! manusia-manusia yang menurutku lebih layak dikatakan manusia seutuhnya, yang lebih banyak mempelajari arti hidup secara nyata dengan segala kompleksitasnya.
Sejenak aku teringat sesuatu, beberapa hari lalu aku mendengar berita dari salah satu radio swasta mengenai rendahnya daya saing lulusan lembaga pendidikan formal disini (red.Makassar), data Depnaker menyatakan dari 3000 lowongan yang ada pada bursa kerja hanya 1500 orang yang diterima berasal dari sini (red.Makassar lagi). Katanya lulusan lembaga pendidikan formal disini hanya menghasilkan lulusan yang menerapkan metodologi ilmu murni atau bahasa kerennya metode analisis, sedangkan metodologi ilmu terapan sangat kurang dalam hal ini keterampilan (skill). Wah...sepertinya ini bukan hanya masalah disini, tapi juga menjadi masalah nasional. Apa bisa lulusan-lulusan perguruan tinggi bersaing ketat kalau perkembangan ilmu pengetahuan pun masih mandek di lingkungan pendidikan, khususnya kampus? Aku sekedar mengingatkan diri dan teman-temanku bahwa AFTA (Asian Free Trade Area) akan menyambut kita dalam waktu dekat, seketika globalisasi bukan lagi sekedar wacana yang ada di ruang-ruang kampus. Siap-siap saja mungkin kita kan menjadi tamu di negeri sendiri. Bagaimana???
Akhirnya aku terbangun dari liarnya pikiranku ketika seorang teman bertanya "eh, kamu nda kuliah?", ups!!! "tidak ada kuliahku hari ini, jam berapa sekarang?" tanyaku sambil setengah berlari tanpa mempedulikan jawabannya, karenaku sudah tahu dengan melihat jam tanganku. "daagh...samlikum, see yah, thanks!" teriakku.
"When you really want something to happen, the whole universe conspires so that your wish comes true." [The Alchemist]
22 March, 2005
21 March, 2005
Sekilas tentang Film dokumenter "Da Vinci Code decoded"
Buku terlaris Dan Brown THE DA VINCI CODE, telah
mengguncang dunia perbukuan bagai sebuah tsunami.
Dengan membangun misteri dibalik beberapa teori
konspirasi, ia memutar mitos-mitos seputar darah
keturunan Yesus, Maria Magdalena, dan Holy Grail. Ia
menghubungkan mereka dengan artis Renaissance Leonardo
da Vinci, hubungan rahasianya dengan Priory of Zion,
dan pesan tersembunyi di dalam lukisan-lukisannya.
Film ini, yang didasarkan pada buku Martin Lunn dengan
judul yang sama, mengisi beberapa latar belakang
informasi yang mendasari buku Dan Brown tsb. Keluarnya
buku Martin Lunn tsb semakin menambah kontroversi yang
mengejutkan dan mempesonakan orang di seluruh dunia.
Film ini dibuat di Paris, London dan Skotlandia, dan
juga memuat diskusi dengan beberapa ahli di bidangnya
termasuk dengan Dan Brown sendiri. Di dalam film ini
juga dapat ditemui penjelasan Martin Lunn mengenai
garis keturunan Yesus, asal muasal the Knights of
Templar, Opus Dei, Priory of Zion, Temple Church,
Rosslyn
Chappel, and banyak hal lainnya.
Film ini memuat wawancara dengan:
* Dan Brown The Da Vinci Code
* Dan Burstein Secrets of the Code
* Henry Lincoln Holy Blood, Holy Grail
* Martin Lunn Da Vinci Code Decoded
* Lynn Picknett & Clive Prince The Templar
Revelation
* Dr. Karen Ralls The Templars and the Grail
* Dr. James Robinson The Nag Hammadi Library
* Margaret Starbird The Woman with the Alabaster Jar
Mau tau, durasi film ini berkisar 152 menit, hampir mirip sama panjang durasinya film-film India.hehehe.. Sayangnya film ini baru diputar di Jakarta 19 Maret 2005 kemarin di Perpustakaan Depdiknas.
mengguncang dunia perbukuan bagai sebuah tsunami.
Dengan membangun misteri dibalik beberapa teori
konspirasi, ia memutar mitos-mitos seputar darah
keturunan Yesus, Maria Magdalena, dan Holy Grail. Ia
menghubungkan mereka dengan artis Renaissance Leonardo
da Vinci, hubungan rahasianya dengan Priory of Zion,
dan pesan tersembunyi di dalam lukisan-lukisannya.
Film ini, yang didasarkan pada buku Martin Lunn dengan
judul yang sama, mengisi beberapa latar belakang
informasi yang mendasari buku Dan Brown tsb. Keluarnya
buku Martin Lunn tsb semakin menambah kontroversi yang
mengejutkan dan mempesonakan orang di seluruh dunia.
Film ini dibuat di Paris, London dan Skotlandia, dan
juga memuat diskusi dengan beberapa ahli di bidangnya
termasuk dengan Dan Brown sendiri. Di dalam film ini
juga dapat ditemui penjelasan Martin Lunn mengenai
garis keturunan Yesus, asal muasal the Knights of
Templar, Opus Dei, Priory of Zion, Temple Church,
Rosslyn
Chappel, and banyak hal lainnya.
Film ini memuat wawancara dengan:
* Dan Brown The Da Vinci Code
* Dan Burstein Secrets of the Code
* Henry Lincoln Holy Blood, Holy Grail
* Martin Lunn Da Vinci Code Decoded
* Lynn Picknett & Clive Prince The Templar
Revelation
* Dr. Karen Ralls The Templars and the Grail
* Dr. James Robinson The Nag Hammadi Library
* Margaret Starbird The Woman with the Alabaster Jar
Mau tau, durasi film ini berkisar 152 menit, hampir mirip sama panjang durasinya film-film India.hehehe.. Sayangnya film ini baru diputar di Jakarta 19 Maret 2005 kemarin di Perpustakaan Depdiknas.
20 March, 2005
"sesungguhnya pada setiap kesulitan terdapat kemudahan"
Banyak kejadian menarik yang kualami semenjak awal bulan ini. Kejutan-kejutan tak hentinya mengalir. Subhanallah…Maha Suci Engkau Ya ALLAH yang selalu menepati janji-Mu. Agaknya tak salah jika aku benar-benar meyakini firman-Mu, “sesungguhnya pada setiap kesulitan, pasti ada kemudahan”.
Awal bulan ini ayahku datang, meskipun bukan sepenuhnya karena niatan untuk menjengukku disini setelah selang satu tahun yang lalu dari kehadirannya, aku cukup senang dibuatnya. Kali ini ia tak datang sendirian, ia juga memboyong istri dan anaknya. Sedikit kaget juga sih, karena aku berpikir tak sejauh itu, membayangkan ia datang dengan keluarganya secara langsung di hadapanku. Baginya ini sudah yang ke berapa kalinya mengajak istri dan anaknya ke sini, sekedar bersilaturahmi dengan saudara-saudaranya serta menjenguk kakek (almarhumah) dan nenek yang selalu saja manja dengan anak kesayangannya itu. Entah kenapa, selama aku kuliah disini akhirnya ada keberaniannya untuk memboyong keluarganya. Mungkin karena desakan yang beberapa kali dilayangkan nenekku lewat telepon terutama pada istrinya. Lucu juga sih, dari delapan bersaudara hanya aku dan seorang kakak laki-lakiku yang begitu akrab dengan istri dan anak-anaknya. Saudaraku yang lain juga heran, mereka tahu sekali kalau dulu sewaktu awal perceraian kedua orang tuaku hingga tahun pertama kuliah aku sangat membenci ayah. Waktu itu aku menganggap dialah satu-satunya terdakwa utama yang menghancurkan keluarga kami yang telah dibangun sekian lama. Semua kenangan yang terekam dalam ingatanku tentang kebaikannya punah begitu saja, benih-benih kebencianku kepadanya kian bertambah. Semenjak awal perceraiannya dengan ibuku 11 tahun silam, sikapku berubah total terhadapnya dan sepertinya ayahpun berubah tak seperti yang kukenal. Aku malu mengakuinya sebagai ayah karena aku menganggap ia telah menghancurkan segala impianku, saudara-saudaraku, juga ibuku. Namun sekali lagi, kebencianku itu tak beralasan, mengapa? pada waktu itu untuk anak seumurku belum terpikir jauh alasan yang melatarbelakangi keputusannya, aku hanya mengklaim dari satu sisi saja, aku melihat kesalahan ada di pihak ayah dan ibu yang paling benar. Dengan adanya kejadian ini aku menjadi over protective terhadap makhluk yang namanya laki-laki, mereka satu-satunya makhluk yang tak dapat dipercaya, sebaik apapun mereka menurutku itu hanyalah topeng yang mereka kenakan untuk menjerat perempuan-perempuan lemah. Kalau kupikir-pikir jiwa feminis mungkin sudah melekat di diriku pada waktu itu.
Di umur 19 aku baru menyadari apa yang kulakukan terhadapnya tak sepantasnya kulakukan, setelah aku menyambut hidayah-Mu dan mempelajari serta memahami banyak hal. Aku merasa sangat bersalah dengan segala yang telah kulakukan selama ini kepadanya. Aku sudah memahami dan bisa menerima mengapa ayah mengambil keputusan itu. Dendam yang begitu mendalam yang terus terang selama ini menjadi bebanku harus kubuang jauh-jauh. Ayah hanyalah seorang laki-laki yang membutuhkan perempuan yang setia mendampinginya kapanpun dimanapun. Dan itu tak ia dapatkan dari ibuku. Ibuku sebetulnya wanita yang sangat hebat, dengan bangga aku menyebutnya perempuan tersabar dan paling tegar yang pernah kutemui. Ibu seorang pekerja keras, semenjak remaja masa hidupnya ia gunakan untuk bekerja. Posisinya sebagi anak sulung membuatnya harus rela hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SLTP, selebihnya ia harus bekerja membantu kakekku untuk memenuhi hidup tiga orang adiknya. Setiap harinya hanya digunakan untuk bekerja, bekerja dan bekerja. Bahkan untuk ukuran seorang perempuan, pekerjaan yang ia lakukan lebih pantas dilakukan seorang laki-laki. Sungguh! aku sangat mengagumi semua semangat dan perjuangannya. Entah bagaimana satu waktu ia bertemu ayah. Mereka bertemu di Jakarta, kota yang pada zaman itu belum terlalu padat seperti saat ini. Mereka sama-sama merantau, ayah meninggalkan kuliahnya di Makassar untuk membuka usaha dan ibu memperluas jaringan usahanya. Kedua-duanya merupakan tulang punggung keluarga. Mereka akhirnya bertemu, menikah dan menetap di Jakarta. Aku tak tahu persis bagaimana proses petemuan mereka, yang aku yakini itulah takdir Allah. Kun fa yakun!, dua orang dari dua wilayah yang sangat berjauhan dapat bertemu dan menjalin kasih. Setahuku tidak ada sistem pacaran dalam perjalanan kedekatan mereka. Selama dalam ikatan pernikahan ibuku sepertinya menjadi semakin workaholic, bisnisnya semakin berkembang hingga akhirnya membuahkan satu perusahaan yang lumayan bisa menyerap tenaga kerja. Dari kecil hidupku sangat berlebihan untuk ukuran zaman itu, meskipun begitu ayah tak membiasakan kami untuk hidup bermewah-mewahan, sangat bertolak belakang dengan ibu. Rumah kami dalam kompleks itu yang paling besar dan mewah, sekali lagi untuk ukuran zaman itu. Sayang, ibu semakin sibuk dengan pekerjaannya dan bepergian ke luar daerah hingga berbulan-bulan menjadi kegiatan rutinnya. Aku dan adikku yang ketika itu masih kecil selalu dititip dan dirawat dengan dua orang babysitter-ku yang sudah kuanggap sebagai malaikat dalam hidupku. Menginjak umurku yang ke 10, tak dapat dielakan setelah terjadi beberapa kali pertengkaran akhirnya ibuku meminta cerai dari ayah. Awalnya ayah tak terima dan masih memberi kesempatan ibu untuk menjalankan perannya sebagi istri dan ibu yang baik, yang tidak hanya sibuk dengan semua pekerjaannya. Tapi segalanya tak segampang apa yang diinginkan ayah, situasi rumah mulai tak ubahnya seperti neraka bagi aku dan saudara-saudaraku. Perceraian itu tak dapat dihindari, aku dan adikku yang pada saat itu menjadi korban yang menanggung paling berat akibatnya. Ayah dan ibu saling berebut pengaruh untuk mendapatkan hak asuh. Tanpa keputusan pengadilan yang memberikan hak itu pada ibu pun, aku beserta saudaraku yang lain memilih untuk ikut ibu. Kasihan ayah! dalam hidupnya ia ditinggal orang-orang yang ia sayangi, selang beberapa bulan ayah menikah lagi dengan seorang perempuan Jawa yang hingga detik ini telah mengaruniainya dua orang anak. Hingga detik ini ibu masih menjadi single parent yang harus menghidupi anak-anaknya. Aku bersyukur, ditengah kekacauan ini tak menyurutkan hubunganku dengan ayah. Bahkan selama ini aku yang menjadi satu-satunya anak dari istri pertamanya yang pendidikannya dibiayai hingga saat ini. Sepertinya ayah sangat mengandalkanku dan memperhatikan pendidikanku sebagai anak perempuan yang sangat ia banggakan, bahkan ia janji akan mendukung secara finansial dan moril keputusanku untuk melanjutkan studi ke luar negeri, meskipun sebelumnya kakak-kakakku telah berhasil menempuh pendidikan mereka hingga perguruan tinggi. Pilihan kuliahku kutujukan disini (red.Makassar) atas permintaan ayah. Hal ini kulakukan sebagai rasa penghormatanku kepadanya terlepas dari keyakinanku atas ketentuan Allah yang telah mempertemukanku dengan orang-orang terbaik disini dan menyambutku dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahim-Mu.
Tak ayal lagi, memang benar yang dikatakan pepatah bahwa “experience is the best teacher”, pengalaman dalam hidup benar-benar membawaku pada tingkat kesadaran manusia yang tertinggi, seperti halnya Abraham Maslow yang mengungkapkan tentang teori humanisme-nya yang kalau tak salah dia bilang ‘manusia bukan hanya pelaku dalam masyarakat dan pencari identitas, lebih dari itu dia juga sebagai pencari makna dalam hidupnya’.
Salah satu pengalaman hidupku ini kujadikan renungan bahwa aku kelak haruslah menjadi istri dan ibu yang baik. Selain itu, aku juga sedang belajar untuk menulis diatas pasir atas kesalahan orang lain, seperti kisah yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah SAW. Aku harus belajar memaafkan kesalahan orang lain dan melihat masalah tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Berusaha untuk memahami orang lain lebih utama daripada harus cepat menilai orang lain. Semoga…
bapak maafkan aku yang telah memendam rindu dan dendam kepadamu.
percayalah! aku berjanji akan menjadi anak perempuanmu yang berusaha
membangun jembatan engkau menuju syurga-Nya bersama ibu.
Awal bulan ini ayahku datang, meskipun bukan sepenuhnya karena niatan untuk menjengukku disini setelah selang satu tahun yang lalu dari kehadirannya, aku cukup senang dibuatnya. Kali ini ia tak datang sendirian, ia juga memboyong istri dan anaknya. Sedikit kaget juga sih, karena aku berpikir tak sejauh itu, membayangkan ia datang dengan keluarganya secara langsung di hadapanku. Baginya ini sudah yang ke berapa kalinya mengajak istri dan anaknya ke sini, sekedar bersilaturahmi dengan saudara-saudaranya serta menjenguk kakek (almarhumah) dan nenek yang selalu saja manja dengan anak kesayangannya itu. Entah kenapa, selama aku kuliah disini akhirnya ada keberaniannya untuk memboyong keluarganya. Mungkin karena desakan yang beberapa kali dilayangkan nenekku lewat telepon terutama pada istrinya. Lucu juga sih, dari delapan bersaudara hanya aku dan seorang kakak laki-lakiku yang begitu akrab dengan istri dan anak-anaknya. Saudaraku yang lain juga heran, mereka tahu sekali kalau dulu sewaktu awal perceraian kedua orang tuaku hingga tahun pertama kuliah aku sangat membenci ayah. Waktu itu aku menganggap dialah satu-satunya terdakwa utama yang menghancurkan keluarga kami yang telah dibangun sekian lama. Semua kenangan yang terekam dalam ingatanku tentang kebaikannya punah begitu saja, benih-benih kebencianku kepadanya kian bertambah. Semenjak awal perceraiannya dengan ibuku 11 tahun silam, sikapku berubah total terhadapnya dan sepertinya ayahpun berubah tak seperti yang kukenal. Aku malu mengakuinya sebagai ayah karena aku menganggap ia telah menghancurkan segala impianku, saudara-saudaraku, juga ibuku. Namun sekali lagi, kebencianku itu tak beralasan, mengapa? pada waktu itu untuk anak seumurku belum terpikir jauh alasan yang melatarbelakangi keputusannya, aku hanya mengklaim dari satu sisi saja, aku melihat kesalahan ada di pihak ayah dan ibu yang paling benar. Dengan adanya kejadian ini aku menjadi over protective terhadap makhluk yang namanya laki-laki, mereka satu-satunya makhluk yang tak dapat dipercaya, sebaik apapun mereka menurutku itu hanyalah topeng yang mereka kenakan untuk menjerat perempuan-perempuan lemah. Kalau kupikir-pikir jiwa feminis mungkin sudah melekat di diriku pada waktu itu.
Di umur 19 aku baru menyadari apa yang kulakukan terhadapnya tak sepantasnya kulakukan, setelah aku menyambut hidayah-Mu dan mempelajari serta memahami banyak hal. Aku merasa sangat bersalah dengan segala yang telah kulakukan selama ini kepadanya. Aku sudah memahami dan bisa menerima mengapa ayah mengambil keputusan itu. Dendam yang begitu mendalam yang terus terang selama ini menjadi bebanku harus kubuang jauh-jauh. Ayah hanyalah seorang laki-laki yang membutuhkan perempuan yang setia mendampinginya kapanpun dimanapun. Dan itu tak ia dapatkan dari ibuku. Ibuku sebetulnya wanita yang sangat hebat, dengan bangga aku menyebutnya perempuan tersabar dan paling tegar yang pernah kutemui. Ibu seorang pekerja keras, semenjak remaja masa hidupnya ia gunakan untuk bekerja. Posisinya sebagi anak sulung membuatnya harus rela hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SLTP, selebihnya ia harus bekerja membantu kakekku untuk memenuhi hidup tiga orang adiknya. Setiap harinya hanya digunakan untuk bekerja, bekerja dan bekerja. Bahkan untuk ukuran seorang perempuan, pekerjaan yang ia lakukan lebih pantas dilakukan seorang laki-laki. Sungguh! aku sangat mengagumi semua semangat dan perjuangannya. Entah bagaimana satu waktu ia bertemu ayah. Mereka bertemu di Jakarta, kota yang pada zaman itu belum terlalu padat seperti saat ini. Mereka sama-sama merantau, ayah meninggalkan kuliahnya di Makassar untuk membuka usaha dan ibu memperluas jaringan usahanya. Kedua-duanya merupakan tulang punggung keluarga. Mereka akhirnya bertemu, menikah dan menetap di Jakarta. Aku tak tahu persis bagaimana proses petemuan mereka, yang aku yakini itulah takdir Allah. Kun fa yakun!, dua orang dari dua wilayah yang sangat berjauhan dapat bertemu dan menjalin kasih. Setahuku tidak ada sistem pacaran dalam perjalanan kedekatan mereka. Selama dalam ikatan pernikahan ibuku sepertinya menjadi semakin workaholic, bisnisnya semakin berkembang hingga akhirnya membuahkan satu perusahaan yang lumayan bisa menyerap tenaga kerja. Dari kecil hidupku sangat berlebihan untuk ukuran zaman itu, meskipun begitu ayah tak membiasakan kami untuk hidup bermewah-mewahan, sangat bertolak belakang dengan ibu. Rumah kami dalam kompleks itu yang paling besar dan mewah, sekali lagi untuk ukuran zaman itu. Sayang, ibu semakin sibuk dengan pekerjaannya dan bepergian ke luar daerah hingga berbulan-bulan menjadi kegiatan rutinnya. Aku dan adikku yang ketika itu masih kecil selalu dititip dan dirawat dengan dua orang babysitter-ku yang sudah kuanggap sebagai malaikat dalam hidupku. Menginjak umurku yang ke 10, tak dapat dielakan setelah terjadi beberapa kali pertengkaran akhirnya ibuku meminta cerai dari ayah. Awalnya ayah tak terima dan masih memberi kesempatan ibu untuk menjalankan perannya sebagi istri dan ibu yang baik, yang tidak hanya sibuk dengan semua pekerjaannya. Tapi segalanya tak segampang apa yang diinginkan ayah, situasi rumah mulai tak ubahnya seperti neraka bagi aku dan saudara-saudaraku. Perceraian itu tak dapat dihindari, aku dan adikku yang pada saat itu menjadi korban yang menanggung paling berat akibatnya. Ayah dan ibu saling berebut pengaruh untuk mendapatkan hak asuh. Tanpa keputusan pengadilan yang memberikan hak itu pada ibu pun, aku beserta saudaraku yang lain memilih untuk ikut ibu. Kasihan ayah! dalam hidupnya ia ditinggal orang-orang yang ia sayangi, selang beberapa bulan ayah menikah lagi dengan seorang perempuan Jawa yang hingga detik ini telah mengaruniainya dua orang anak. Hingga detik ini ibu masih menjadi single parent yang harus menghidupi anak-anaknya. Aku bersyukur, ditengah kekacauan ini tak menyurutkan hubunganku dengan ayah. Bahkan selama ini aku yang menjadi satu-satunya anak dari istri pertamanya yang pendidikannya dibiayai hingga saat ini. Sepertinya ayah sangat mengandalkanku dan memperhatikan pendidikanku sebagai anak perempuan yang sangat ia banggakan, bahkan ia janji akan mendukung secara finansial dan moril keputusanku untuk melanjutkan studi ke luar negeri, meskipun sebelumnya kakak-kakakku telah berhasil menempuh pendidikan mereka hingga perguruan tinggi. Pilihan kuliahku kutujukan disini (red.Makassar) atas permintaan ayah. Hal ini kulakukan sebagai rasa penghormatanku kepadanya terlepas dari keyakinanku atas ketentuan Allah yang telah mempertemukanku dengan orang-orang terbaik disini dan menyambutku dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahim-Mu.
Tak ayal lagi, memang benar yang dikatakan pepatah bahwa “experience is the best teacher”, pengalaman dalam hidup benar-benar membawaku pada tingkat kesadaran manusia yang tertinggi, seperti halnya Abraham Maslow yang mengungkapkan tentang teori humanisme-nya yang kalau tak salah dia bilang ‘manusia bukan hanya pelaku dalam masyarakat dan pencari identitas, lebih dari itu dia juga sebagai pencari makna dalam hidupnya’.
Salah satu pengalaman hidupku ini kujadikan renungan bahwa aku kelak haruslah menjadi istri dan ibu yang baik. Selain itu, aku juga sedang belajar untuk menulis diatas pasir atas kesalahan orang lain, seperti kisah yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah SAW. Aku harus belajar memaafkan kesalahan orang lain dan melihat masalah tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Berusaha untuk memahami orang lain lebih utama daripada harus cepat menilai orang lain. Semoga…
bapak maafkan aku yang telah memendam rindu dan dendam kepadamu.
percayalah! aku berjanji akan menjadi anak perempuanmu yang berusaha
membangun jembatan engkau menuju syurga-Nya bersama ibu.
manusia dengan akal
Ketika ALLAH SWT menurunkan Adam ke muka bumi, maka Jibril menyodorkan tiga hal kepadanya, yaitu : agama, akhlak, dan akal.
Jibril berkata, ‘sesungguhnya ALLAH menyuruh agar engkau memilih diantara tiga hal ini’.
Adam menjawab : ‘wahai Jibril, saya tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari tiga hal itu melainkan ia berada di syurga’
Lalu Adam mengulurkan tangannya memilih akal, lalu merengkuhkannya ke dirinya, lalu berkata kepada dua yang lain : ‘naiklah kembali ke atas!’
Keduanya berkata : ‘kami diperintahkan untuk menyertai akal, seperti apapun keadaannya’
Maka tiga hal itu menyertai Adam, dan tiga hal ini pula merupakan kemuliaan paling tinggi dan karunia paling besar yang diberikan ALLAH kepada hamba-Nya.
Dari kisah tersebut kuyakini manusia itu adalah sebaik-baik penciptaan, dan dianggap seperti ini ketika ia dapat memanfaatkan kelebihan-kelebihannya secara baik dan optimal. Sebenarnya ada tiga aspek menurut Al Quran yang membuat manusia menjadi ciptaan-Nya yang paling sempurna. aspek bahan baku penciptaannya
Pertama, dari aspek bahan baku penciptaannya, yang terdiri dari jasad dan ruh. Jasad sifatnya seperti bumi, menggambarkan aspek keduniawian dan ketamakan dengan segala kerendahannya. Ruh sifatnya seperti langit, menggambarkan kesucian dan ketinggiannya sebagai manusia. Manusia disebut sebaik-baik penciptaan jika tingkat pengaruh ruh nya lebih tinggi dibanding jasad, karena apabila sebaliknya maka ia akan cenderung menjadi pengrusak di muka bumi dan hal ini menempatkan posisinya yang lebih rendah dari binatang. Mungkin ini agak mirip dengan konsep teori manusia yang dikemukakan Sigmund Freud dalam teori psikoanalisis nya. Dimana ada tiga hal berperan yaitu : id (sisi animal manusia), ego (sisi rasional), dan superego (hati nurani ataupun juga nilai dan moral).
Kedua, dari aspek tugas dan kewajiban manusia itu sendiri. Tugas pokok manusia secara jelas dijelaskan dalam Al Quran adalah beribadah. Beribadah disini jangan disalahartikan ketika kita hanya shalat, puasa,ataupun berzakat. Lebih dari itu ibadah disini menitikberatkan pada segala sesuatu yang ia kerjakan dalam hidupnya bernilai ibadah hanya ikhlas karena ALLAH SWT dan menjalaninya dengan cara yang benar. Karena lengkapnya apa yang diberikan Allah kepadanya berupa akal, akhlak (yang hanya dimiliki malaikat), dan nafsu (yang jelas dimiliki iblis maupun syetan), maka disinilah letak penilaian kesempurnaan ciptaan untuk menggunakan dan mengendalikan semua itu.
Ketiga,dari aspek fungsi dan peran manusia itu sendiri. Sebagai khalifah di dunia, khalifah disini diartikan sebagai pemakmur dan pemelihara dunia, menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran. Pada dasarnya Allah tidak pernah meminta manusia untuk menjadi khalifah, manusia itu sendiri yang mengajukan diri dari pemimpin (Q.S AL Ahzab : 72)
Kira-kira sudahkah Anda menjadi sebaik-baik penciptaan? Pertanyaan ini saya ajukan juga untuk diri saya yang masih jauh dari label sebaik-baik penciptaan.
Aku lebih mempercayai sesuatu itu dengan ilmu pengetahuan juga akal. Setidak-tidaknya padanya ada kepastian yang dapat dipegang. Ilmu pengetahuan tlah memberikan padaku restu yang tiada terhingga indahnya.
Jibril berkata, ‘sesungguhnya ALLAH menyuruh agar engkau memilih diantara tiga hal ini’.
Adam menjawab : ‘wahai Jibril, saya tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari tiga hal itu melainkan ia berada di syurga’
Lalu Adam mengulurkan tangannya memilih akal, lalu merengkuhkannya ke dirinya, lalu berkata kepada dua yang lain : ‘naiklah kembali ke atas!’
Keduanya berkata : ‘kami diperintahkan untuk menyertai akal, seperti apapun keadaannya’
Maka tiga hal itu menyertai Adam, dan tiga hal ini pula merupakan kemuliaan paling tinggi dan karunia paling besar yang diberikan ALLAH kepada hamba-Nya.
Dari kisah tersebut kuyakini manusia itu adalah sebaik-baik penciptaan, dan dianggap seperti ini ketika ia dapat memanfaatkan kelebihan-kelebihannya secara baik dan optimal. Sebenarnya ada tiga aspek menurut Al Quran yang membuat manusia menjadi ciptaan-Nya yang paling sempurna. aspek bahan baku penciptaannya
Pertama, dari aspek bahan baku penciptaannya, yang terdiri dari jasad dan ruh. Jasad sifatnya seperti bumi, menggambarkan aspek keduniawian dan ketamakan dengan segala kerendahannya. Ruh sifatnya seperti langit, menggambarkan kesucian dan ketinggiannya sebagai manusia. Manusia disebut sebaik-baik penciptaan jika tingkat pengaruh ruh nya lebih tinggi dibanding jasad, karena apabila sebaliknya maka ia akan cenderung menjadi pengrusak di muka bumi dan hal ini menempatkan posisinya yang lebih rendah dari binatang. Mungkin ini agak mirip dengan konsep teori manusia yang dikemukakan Sigmund Freud dalam teori psikoanalisis nya. Dimana ada tiga hal berperan yaitu : id (sisi animal manusia), ego (sisi rasional), dan superego (hati nurani ataupun juga nilai dan moral).
Kedua, dari aspek tugas dan kewajiban manusia itu sendiri. Tugas pokok manusia secara jelas dijelaskan dalam Al Quran adalah beribadah. Beribadah disini jangan disalahartikan ketika kita hanya shalat, puasa,ataupun berzakat. Lebih dari itu ibadah disini menitikberatkan pada segala sesuatu yang ia kerjakan dalam hidupnya bernilai ibadah hanya ikhlas karena ALLAH SWT dan menjalaninya dengan cara yang benar. Karena lengkapnya apa yang diberikan Allah kepadanya berupa akal, akhlak (yang hanya dimiliki malaikat), dan nafsu (yang jelas dimiliki iblis maupun syetan), maka disinilah letak penilaian kesempurnaan ciptaan untuk menggunakan dan mengendalikan semua itu.
Ketiga,dari aspek fungsi dan peran manusia itu sendiri. Sebagai khalifah di dunia, khalifah disini diartikan sebagai pemakmur dan pemelihara dunia, menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran. Pada dasarnya Allah tidak pernah meminta manusia untuk menjadi khalifah, manusia itu sendiri yang mengajukan diri dari pemimpin (Q.S AL Ahzab : 72)
Kira-kira sudahkah Anda menjadi sebaik-baik penciptaan? Pertanyaan ini saya ajukan juga untuk diri saya yang masih jauh dari label sebaik-baik penciptaan.
Aku lebih mempercayai sesuatu itu dengan ilmu pengetahuan juga akal. Setidak-tidaknya padanya ada kepastian yang dapat dipegang. Ilmu pengetahuan tlah memberikan padaku restu yang tiada terhingga indahnya.
nulis yuuk!!!
"Menulis adalah perjalanan menuju satu kelahiran.
Dan karya yang dilahirkan ibarat air nan bergulir bebas di lereng perasaan dan pikiran.
Ia dapat tertahan di semak. Ia bisa hinggap di akar yang merambat. Namun ia juga bisa menggelinding lancar untuk melebur dalam samudera luas.
Tak ada yang dapat menghitung berapa ceruk di lereng itu. Tak ada yang tahu seberapa gerah tetumbuhan di sana.
Ia hanya akan bisa mengalir... sebisanya."
- Dee -
Dan karya yang dilahirkan ibarat air nan bergulir bebas di lereng perasaan dan pikiran.
Ia dapat tertahan di semak. Ia bisa hinggap di akar yang merambat. Namun ia juga bisa menggelinding lancar untuk melebur dalam samudera luas.
Tak ada yang dapat menghitung berapa ceruk di lereng itu. Tak ada yang tahu seberapa gerah tetumbuhan di sana.
Ia hanya akan bisa mengalir... sebisanya."
- Dee -
17 March, 2005
satu dari sekian mimpi
Aku masih punya banyak mimpi dalam hidup yang mungkin hanya sebentar ini. Aku yakin itu semua bisa kuwujudkan kalau saja aku berjuang keras untuk itu dan kalau memang Allah mengizinkan. Ah...Dia kan memberi jalan untuk sebuah niat baik hamba-Nya.
hari -hariku sebagai mahasiswa mungkin tersisa sedikit lagi, ya! sekitar satu tahun lagi, itupun kujalani tidak seperti dulu yang dihujani sekian banyak aktivitas kemahasiswaan dan keorganisasian. Entah mengapa di akhir masa kuliah ini aku lebih banyak berkontemplasi (ciee...) dan belajar untuk memahami diri. Bukan berarti aku sudah tak berminat lagi dengan dua aktivitas yang mengisi hari-hariku hingga detik ini, tapi mungkin karena aku ingin lebih berkonsentrasi pada diri ini. Akhir-akhir ini kegiatan yang lebih banyak menguras tenaga dan pikiranku hanya membaca, menulis, menjadi pengamat (kaya' apa saja) dan aku masih belajar banyak hal. Terus terang hubunganku dengan dunia luar seperti yang pernah kujalani sudah menurun. Paling masih sedikit aktif ikut berdiskusi dengan beberapa juniorku di kampus, terus terang aku yang lebih banyak belajar dari mereka. Beberapa dari mereka pun ada yang sering mampir ke kamarku sekedar diskusi kecil dan membicarakan sesuatu seputar kampus dan pada akhirnya mereka pulang dengan memboyong buku dari kamarku.
Ada satu dari sekian impian yang ingin kuwujudkan 3 tahun mendatang dengan segala rancangan dan rencana yang kubuat, meskipun masih bisa berubah. Aku ingin membuat taman bacaan khusus untuk anak-anak terlantar umur 5-13 tahun. Entah mengapa hati ini terus terdorong untuk melakukan itu, yang ada hanyalah perasaan ingin memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan haknya sebagai manusia di negeri ini. Aku ingin mereka mengenyam pendidikan dan belajar tanpa harus terbebani. Orang-orang yang tahu impianku ini mungkin akan berpikir ini merupakan hal yang sulit dilakukan dan butuh banyak pengorbanan. Ya! mereka memang benar, tapi sekali lagi "bukankah segala sesuatu dan tindakan yang kita putuskan selalu membutuhkan pengorbanan juga beresiko" pikirku. harapan yang ada cuma satu, semoga saja aku tetap menjadi manusia yang tangguh ketika menerima kegagalan demi kegagalan. Sewaktu SMU dulu aku sendiri pernah menemui kegagalan ketika membuka les gratis bahasa inggris dan mengaji untuk anak-anak SD. tak hanya disitu, semasa kuliahku di awal semester aku pernah mengajar 2 kali seminggu di sebuah Sekolah Dasar disini. Karena beragam kesibukan dan tanggung jawab yang kuemban, dengan terpaksa aku harus berhenti mengajar. Aku rindu dengan murid-muridku. Pertengahan semester 5 salah satu guru yang mengajar disana pernah memintaku lagi mengajar, dengan rasa bersalah aku tak sanggup memenuhi permintaannya. Aku juga pernah ikut mengajar anak-anak terlantar bersama sahabat-sahabat SMU ku di bawah jembatan layang daerah Kota, Jakarta Barat. Salah satu sahabatku dan beberapa temannya tergabung dalam klub KSPA (Kelompok Studi Pecinta Anak). Sungguh pengalaman yang paling seru dan mengharukan dalam hidupku. Ini sangat berkesan. Bagaimana tidak, sewaktu ikut mengajar semua perasaan bercampur. Haru, bahagia, sedih dan marah. Bahagia dan haru ketika melihat mereka masih memiliki semangat yang tinggi untuk belajar dengan segala keterbatasan yang mereka dan kami miliki. Sedih, karena mereka tidak mendapatkan haknya sebagai anak yang layak mengenyam pendidikan, belum lagi ditambah kerasnya hidup yang harus mereka jalani. Marah, karena pemimpin di negeri ini beserta konco-konconya kurang memberikan perhatian atas masalah ini, padahal mereka itu merupakan aset negara di masa yang akan datang. Aku juga sedih melihat orang tua mereka yang masih rendah tingkat kepeduliannya terhadap pendidikan anak-anaknya, meskipun sudah banyak dibentuk sekolah gratis seperti yang dibentuk teman-temanku ini. Namun aku maklum, ada pandangan yang berbeda antara kami dengan mereka. Ada hal yang mereka anggap lebih penting daripada sekedar harus menyekolahkan anak-anak mereka, tak lain tak bukan bagaimana caranya mencari makan untuk lapar yang mereka dera. Waktu yang 24 jam itu tak cukup bagi mereka untuk mengais rejeki dari hari ke hari. Hanya satu hal yang dapat mengubahnya, komunikasi yang intens antara kami sebagai sukarelawan yang mengajar dengan para orang tua. Kami mencoba memberi pengertian dengan harapan mereka dapat mengubah cara pandangnya.
Amat disayangkan kegiatan itu hanya dapat kulakukan ketika libur menyambutku, dan akhirnya aku kembali ke Makassar tanpa kontribusi apa-apa untuk sekian banyak anak-anak terlantar disini. Aku masih punya janji dengan mereka, suatu saat aku pasti akan memenuhinya. Setidaknya, ketika aku sudah berkeluarga nanti aku ingin bagian dari rumah yang kutempati entah itu halaman ataupun teras akan kugunakan sebagai tempat untuk memnuhi janjiku kepada mereka. Ya! mendidik mereka dengan kemampuan dan keterbatasan yang kumiliki. Tapi, belum tentu ya aku menetap disini. Terus terang aku sangat menyukai kota ini, kota beribu harapan. Mudah-mudahan teman masa depanku nanti memboyongku untuk menetap disini. amin...
hari -hariku sebagai mahasiswa mungkin tersisa sedikit lagi, ya! sekitar satu tahun lagi, itupun kujalani tidak seperti dulu yang dihujani sekian banyak aktivitas kemahasiswaan dan keorganisasian. Entah mengapa di akhir masa kuliah ini aku lebih banyak berkontemplasi (ciee...) dan belajar untuk memahami diri. Bukan berarti aku sudah tak berminat lagi dengan dua aktivitas yang mengisi hari-hariku hingga detik ini, tapi mungkin karena aku ingin lebih berkonsentrasi pada diri ini. Akhir-akhir ini kegiatan yang lebih banyak menguras tenaga dan pikiranku hanya membaca, menulis, menjadi pengamat (kaya' apa saja) dan aku masih belajar banyak hal. Terus terang hubunganku dengan dunia luar seperti yang pernah kujalani sudah menurun. Paling masih sedikit aktif ikut berdiskusi dengan beberapa juniorku di kampus, terus terang aku yang lebih banyak belajar dari mereka. Beberapa dari mereka pun ada yang sering mampir ke kamarku sekedar diskusi kecil dan membicarakan sesuatu seputar kampus dan pada akhirnya mereka pulang dengan memboyong buku dari kamarku.
Ada satu dari sekian impian yang ingin kuwujudkan 3 tahun mendatang dengan segala rancangan dan rencana yang kubuat, meskipun masih bisa berubah. Aku ingin membuat taman bacaan khusus untuk anak-anak terlantar umur 5-13 tahun. Entah mengapa hati ini terus terdorong untuk melakukan itu, yang ada hanyalah perasaan ingin memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan haknya sebagai manusia di negeri ini. Aku ingin mereka mengenyam pendidikan dan belajar tanpa harus terbebani. Orang-orang yang tahu impianku ini mungkin akan berpikir ini merupakan hal yang sulit dilakukan dan butuh banyak pengorbanan. Ya! mereka memang benar, tapi sekali lagi "bukankah segala sesuatu dan tindakan yang kita putuskan selalu membutuhkan pengorbanan juga beresiko" pikirku. harapan yang ada cuma satu, semoga saja aku tetap menjadi manusia yang tangguh ketika menerima kegagalan demi kegagalan. Sewaktu SMU dulu aku sendiri pernah menemui kegagalan ketika membuka les gratis bahasa inggris dan mengaji untuk anak-anak SD. tak hanya disitu, semasa kuliahku di awal semester aku pernah mengajar 2 kali seminggu di sebuah Sekolah Dasar disini. Karena beragam kesibukan dan tanggung jawab yang kuemban, dengan terpaksa aku harus berhenti mengajar. Aku rindu dengan murid-muridku. Pertengahan semester 5 salah satu guru yang mengajar disana pernah memintaku lagi mengajar, dengan rasa bersalah aku tak sanggup memenuhi permintaannya. Aku juga pernah ikut mengajar anak-anak terlantar bersama sahabat-sahabat SMU ku di bawah jembatan layang daerah Kota, Jakarta Barat. Salah satu sahabatku dan beberapa temannya tergabung dalam klub KSPA (Kelompok Studi Pecinta Anak). Sungguh pengalaman yang paling seru dan mengharukan dalam hidupku. Ini sangat berkesan. Bagaimana tidak, sewaktu ikut mengajar semua perasaan bercampur. Haru, bahagia, sedih dan marah. Bahagia dan haru ketika melihat mereka masih memiliki semangat yang tinggi untuk belajar dengan segala keterbatasan yang mereka dan kami miliki. Sedih, karena mereka tidak mendapatkan haknya sebagai anak yang layak mengenyam pendidikan, belum lagi ditambah kerasnya hidup yang harus mereka jalani. Marah, karena pemimpin di negeri ini beserta konco-konconya kurang memberikan perhatian atas masalah ini, padahal mereka itu merupakan aset negara di masa yang akan datang. Aku juga sedih melihat orang tua mereka yang masih rendah tingkat kepeduliannya terhadap pendidikan anak-anaknya, meskipun sudah banyak dibentuk sekolah gratis seperti yang dibentuk teman-temanku ini. Namun aku maklum, ada pandangan yang berbeda antara kami dengan mereka. Ada hal yang mereka anggap lebih penting daripada sekedar harus menyekolahkan anak-anak mereka, tak lain tak bukan bagaimana caranya mencari makan untuk lapar yang mereka dera. Waktu yang 24 jam itu tak cukup bagi mereka untuk mengais rejeki dari hari ke hari. Hanya satu hal yang dapat mengubahnya, komunikasi yang intens antara kami sebagai sukarelawan yang mengajar dengan para orang tua. Kami mencoba memberi pengertian dengan harapan mereka dapat mengubah cara pandangnya.
Amat disayangkan kegiatan itu hanya dapat kulakukan ketika libur menyambutku, dan akhirnya aku kembali ke Makassar tanpa kontribusi apa-apa untuk sekian banyak anak-anak terlantar disini. Aku masih punya janji dengan mereka, suatu saat aku pasti akan memenuhinya. Setidaknya, ketika aku sudah berkeluarga nanti aku ingin bagian dari rumah yang kutempati entah itu halaman ataupun teras akan kugunakan sebagai tempat untuk memnuhi janjiku kepada mereka. Ya! mendidik mereka dengan kemampuan dan keterbatasan yang kumiliki. Tapi, belum tentu ya aku menetap disini. Terus terang aku sangat menyukai kota ini, kota beribu harapan. Mudah-mudahan teman masa depanku nanti memboyongku untuk menetap disini. amin...
14 March, 2005
tik...tik...tik...
aku menyukaimu
entah mengapa...
mungkin karena ketika kau datang
semua tumbuhan tersenyum bahagia
mungkin juga karena awan hitam
mendapat giliran atas keberadaannya
atau...
mungkin juga karena rintikmu
yang menyenangkan tanah
dan seketika bumi-pun kembali suci mewangi
tapi menurutku,
aku menyukaimu karena satu hal
kehadiranmu menyiratkan kesabaran dan kebersamaan
seperti hal-nya persaudaraan kita
kesabaran dan kebersamaan tlah menjadi landasan
dimana kenangan yang pernah kita lalui
dalam derasmu dalam hidup kita
aku masih mengenangnya
entah mengapa...
mungkin karena ketika kau datang
semua tumbuhan tersenyum bahagia
mungkin juga karena awan hitam
mendapat giliran atas keberadaannya
atau...
mungkin juga karena rintikmu
yang menyenangkan tanah
dan seketika bumi-pun kembali suci mewangi
tapi menurutku,
aku menyukaimu karena satu hal
kehadiranmu menyiratkan kesabaran dan kebersamaan
seperti hal-nya persaudaraan kita
kesabaran dan kebersamaan tlah menjadi landasan
dimana kenangan yang pernah kita lalui
dalam derasmu dalam hidup kita
aku masih mengenangnya
13 March, 2005
doaku
tuhan...
doaku tak terhenti untuknya
dalam lembaran-lembaran diaryku, diary sebelumnya dan sebelumnya,
dalam tulisan-tulisanku,
dalam gelapnya malam dan sunyinya hati,
dalam akhir shalatku,
dalam jiwa yang selalu hidup karena-Mu,
dalam batin yang terkadang lelah
aku selalu berharap yang terbaik untuknya
aku tahu dia hanyalah manusia biasa dan memiliki ketidaksempurnaan,
tapi bagiku dia terlalu sempurna
aku tak tahu, mungkin ini hanyalah sebuah mimpi
yang tak pernah berakhir hingga datangnya waktu.
tuhan...
maafkan aku yang selalu menganggapnya sempurna,
maafkan aku karena dia mungkin Kau marah,
segala luapan doa dan harapan kutujukan untuknya
mudahkanlah jalan hidupnya di dunia dan akhirat-Mu,
rahmatilah dia sebagaimana Kau merahmati hamba-Mu yang lain,
istiqamahkan hatinya untuk selalu tetap di jalan-Mu,
limpahkan Ar-rahman dan Ar-rahim untuknya
amin...
selalu banyak doa yang ingin kuberikan kepadanya
namun aku tak sanggup menuliskannya lagi
tangan ini bergetar dan air mata harapan tak hentinya menetes
aku ingin menyayanginya secara sederhana dan tak ingin membencinya
semoga ia masih memperkenankanku untuk menyayanginya
tuhan...
maafkan aku yang belum bisa menata hati ini terhadapnya
doaku tak terhenti untuknya
dalam lembaran-lembaran diaryku, diary sebelumnya dan sebelumnya,
dalam tulisan-tulisanku,
dalam gelapnya malam dan sunyinya hati,
dalam akhir shalatku,
dalam jiwa yang selalu hidup karena-Mu,
dalam batin yang terkadang lelah
aku selalu berharap yang terbaik untuknya
aku tahu dia hanyalah manusia biasa dan memiliki ketidaksempurnaan,
tapi bagiku dia terlalu sempurna
aku tak tahu, mungkin ini hanyalah sebuah mimpi
yang tak pernah berakhir hingga datangnya waktu.
tuhan...
maafkan aku yang selalu menganggapnya sempurna,
maafkan aku karena dia mungkin Kau marah,
segala luapan doa dan harapan kutujukan untuknya
mudahkanlah jalan hidupnya di dunia dan akhirat-Mu,
rahmatilah dia sebagaimana Kau merahmati hamba-Mu yang lain,
istiqamahkan hatinya untuk selalu tetap di jalan-Mu,
limpahkan Ar-rahman dan Ar-rahim untuknya
amin...
selalu banyak doa yang ingin kuberikan kepadanya
namun aku tak sanggup menuliskannya lagi
tangan ini bergetar dan air mata harapan tak hentinya menetes
aku ingin menyayanginya secara sederhana dan tak ingin membencinya
semoga ia masih memperkenankanku untuk menyayanginya
tuhan...
maafkan aku yang belum bisa menata hati ini terhadapnya
air mata
tes...
setetes untuk kebahagiaan, ketika kau datang
tes...
setetes untuk kesedihan, ketika kau pergi
tes...
setetes haru, ketika kau masih mengingatku
tes...
setetes untuk pilu, ketika kau berlalu
tes...
setetes untuk harapan, ketika kau ada
disini dalam relung reruntuhan jiwa
menguatkan kembali hati kita
setetes untuk kebahagiaan, ketika kau datang
tes...
setetes untuk kesedihan, ketika kau pergi
tes...
setetes haru, ketika kau masih mengingatku
tes...
setetes untuk pilu, ketika kau berlalu
tes...
setetes untuk harapan, ketika kau ada
disini dalam relung reruntuhan jiwa
menguatkan kembali hati kita
08 March, 2005
pencarian
Kebenaran itu memang penuh dengan tantangan dan terkadang menyakitkan. Jalannya pun tak seperti apa yang kita bayangkan bahkan dengan apa yang kita inginkan. Kerikil-kerikil tajam harus kita lewati, cercaan dan hinaan harus kita telan. Namun pernahkah kita berpikir bahwa jalan dan proses menuju kebenaran itu sendiri adalah untuk mencapai kebaikan, baik itu pada jasmani maupun batin kita. Dinamika hidup lebih kita rasakan dengan manfaat dan hikmah yang rasanya tak terperi. Dengan proses itu kita dapat meyakinkan diri bahwa kita adalah manusia yang kaya dan beruntung. Merasa kaya karena telah merasakan beragam delik-delik kehidupan, romantisme-romantisme yang menyenangkan menuju kehidupan selanjutnya dimana apa yang kita dapat sesuai dengan proses yang kita jalani. Merasa beruntung karena banyak dikaruniai nikmat berupa tiga hal dari kisah diatas yaitu : akal, agama, dan akhlak yang dipergunakan sebagaimana mestinya agar optimal.
Ah…aku membayangkan tetap menjadi diri yang penuh dengan kesenangan, hura-hura dan segala limpahan dunia. Semua keinginan yang notabene bak oase itu dapat terpenuhi. Tak ada hambatan untuk mencapai suatu kenikmatan dan kesesatan, tak ada seni yang didapat melainkan hanya stagnansi hidup. Padahal aku sendiri mengakui hidup itu haruslah berseni untuk dinikmati. Bagaimana mungkin aku hidup seperti itu, tak terbayangkan sedikit demi sedikit menggerogoti jiwa hingga akhirnya jatuh ke liang lahat tanpa ada sesuatupun untuk dikenang, karena terlalu menyenangkan. Aku sendiri berpikir sesuatu itu lebih mudah diingat dan dikenang jika hal itu merupakan sejarah perjalanan dinamika hidup yang penuh dengan intrik dan cobaan. Sungguh pelajaran yang paling berharga dan semakin membuatku dewasa. Bukan seperti apa-apa yang ditampilkan sinetron-sinetron di negeriku yang sangat menjengkelkan dan sering membuatku muak melihatnya.
Manusia betul-betul dikatakan manusia apabila ia mau menjalani proses hidup dalam pencarian kebenaran meskipun sangat menyulitkan dan menyakitkan. Ah…lebih baik aku menjadi hamba yang hidup diatas kebenaran yang hakiki, dimana jiwa menentramkan meskipun fisik lahiriah terkadang menyakitkan. Toh! Kita kan manusia yang punya akal yang tahu bagaimana memecahkan suatu masalah dengan jalan yang baik. Kita bukanlah malaikat! Kesempurnaan kita menjadi makhluk membuat kita menjadi tidak sempurna karena diri kita sendiri dalam membuat pilihan.
Satu hal yang selalu aku tak suka yaitu kemunafikan. Bukankah itu sama halnya dengan seorang pencari kebenaran dengan ilmunya, mengetahuinya namun tak dapat memaknai dan mengaplikasikan yang tlah didapat. Lalu sebetulnya apa yang dicari? Hanya ketersia-siaan belaka! Ya… ALLAH jauhkan aku dari sifat itu, kemungkinan munculnya di diriku sangat besar. Naudzubillah…
Untuk teman-teman seperjuanganku, tetaplah semangat dalam pencarianmu. Doaku menyelimuti kalian. Smangat ya...
Ah…aku membayangkan tetap menjadi diri yang penuh dengan kesenangan, hura-hura dan segala limpahan dunia. Semua keinginan yang notabene bak oase itu dapat terpenuhi. Tak ada hambatan untuk mencapai suatu kenikmatan dan kesesatan, tak ada seni yang didapat melainkan hanya stagnansi hidup. Padahal aku sendiri mengakui hidup itu haruslah berseni untuk dinikmati. Bagaimana mungkin aku hidup seperti itu, tak terbayangkan sedikit demi sedikit menggerogoti jiwa hingga akhirnya jatuh ke liang lahat tanpa ada sesuatupun untuk dikenang, karena terlalu menyenangkan. Aku sendiri berpikir sesuatu itu lebih mudah diingat dan dikenang jika hal itu merupakan sejarah perjalanan dinamika hidup yang penuh dengan intrik dan cobaan. Sungguh pelajaran yang paling berharga dan semakin membuatku dewasa. Bukan seperti apa-apa yang ditampilkan sinetron-sinetron di negeriku yang sangat menjengkelkan dan sering membuatku muak melihatnya.
Manusia betul-betul dikatakan manusia apabila ia mau menjalani proses hidup dalam pencarian kebenaran meskipun sangat menyulitkan dan menyakitkan. Ah…lebih baik aku menjadi hamba yang hidup diatas kebenaran yang hakiki, dimana jiwa menentramkan meskipun fisik lahiriah terkadang menyakitkan. Toh! Kita kan manusia yang punya akal yang tahu bagaimana memecahkan suatu masalah dengan jalan yang baik. Kita bukanlah malaikat! Kesempurnaan kita menjadi makhluk membuat kita menjadi tidak sempurna karena diri kita sendiri dalam membuat pilihan.
Satu hal yang selalu aku tak suka yaitu kemunafikan. Bukankah itu sama halnya dengan seorang pencari kebenaran dengan ilmunya, mengetahuinya namun tak dapat memaknai dan mengaplikasikan yang tlah didapat. Lalu sebetulnya apa yang dicari? Hanya ketersia-siaan belaka! Ya… ALLAH jauhkan aku dari sifat itu, kemungkinan munculnya di diriku sangat besar. Naudzubillah…
Untuk teman-teman seperjuanganku, tetaplah semangat dalam pencarianmu. Doaku menyelimuti kalian. Smangat ya...
04 March, 2005
aku mau pulang!!!
pulang! pulang! pulang!
aku mau pulang ke kamarku yang nyaman ditemani guling dan buku-buku yang berserakan diatas kasurku.
aku mau pulang ke kamarku yang nyaman ditemani guling dan buku-buku yang berserakan diatas kasurku.
menulis dan berlembaga
hari yang melelahkan dan tak terduga. rencana yang kubuat lagi-lagi ada yang gagal, padahal itu merupakan pembuka lembaranku hari ini. meskipun hari ini melelahkan, cukup memuaskan. aku pulang ditemani malam, tapi masih dalam keadaan tamalanrea yang ramai. cukup menyenangkan berdiskusi dengan teman-teman penulis, setelah sekian lama tak pernah mampir.mereka masih ramah seperti dulu, dan masih menanyakan hal yang sama "mana tulisanmu?".maksudnya mereka meminta tugas akhirku di university of writting. meskipun itu bukan standar kelulusan bagi aku dan teman-teman disana, setidaknya mereka terus memacu kami untuk terus berkarya tanpa menggurui kami untuk seperti mereka. kami memang belajar banyak dari mereka, dan kami mempunyai kebebasan untuk itu. senior yang baik...mereka membiarkan kami untuk melukiskan zaman sendiri,tanpa paksaan, tanpa ejekan, tanpa kesan menjatuhkan, penuh dengan motivasi (istilahnya membiarkan kami berkembang dan berkreasi sendiri), dan itulah yang membuat aku tetap SEMANGAT MENULIS hingga hari ini,insyaALLAH seterusnya. sayang...itu tidak kutemukan di lembaga mahasiswa yang pernah kulalui dan sekarang juga sedang kulalui. si senior bersikap layaknya penonton bola dan pengurus lembaga adalah pemainnya. bedanya si pemain bola tidak merasa tertekan dengan apa yang penonton ejekkan, mungkin karena jarak yang jauh atau menganggap toh bukan mereka yang bermain meskipun bermain untuk si penonton. sedangkan si penonton juga tak terlalu memaksakan kehendak mereka agar pemain atau klub idolanya bermain seperti apa yang mereka inginkan, mungkin karena mereka mengerti kondisi pemain yang sedang tidak fit, atau kondisi lapangan yang buruk, atau juga cuaca yang cenderung tak mendukung. intinya semua ingin yang terbaik untuk keberlangsungan klub bola itu, tanpa mengesampingkan perannya masing-masing dan saling mendukung. ah...sudahlah banyak pelajaran yang dapat kuambil dari itu semua. kondisi itu sering membuatku ada dalam ketidakpastian dan sering membuatku plin-plan. aku mulai belajar untuk tegas dan membuat keputusan sendiri. jika kata paulo freire dalam bukunya 'pendidikan yang membebaskan' seseorang sebagai manusia tidaklah sempurna bila kehilangan kemampuan untuk memilih, bila pilihannya adalah pilihan orang lain, dan bila keputusan-keputusannya berasal dari luar dan bukan merupakan keputusan sendiri, maka orang ini hanya dikatakan beradaptasi atau menyesuaikan diri. manusia seperti inilah yang cenderung menjadi objek, bukan sebagai subjek. apa mau kita terus seperti ini dan menjadi manusia ini???
teman lama
sebelum masuk mata kuliah ketigaku , kuhabiskan waktu senggang di laboratorium komputer fakultasku. apalagi kalau bukan mengecek blog-ku, barangkali sudah ada yang mampir sekedar melihat tulisan-tulisanku yang sebenarnya belum pantas untuk dipublikasikan. "amatir" satu kata yang selalu muncul di benakku jika aku sedang menulis, tapi untung saja tak pernah menciutkan atau bahkan menghentikanku untuk menulis, menulis , dan menulis. lagipula aku juga sedang giat-giatnya mencari data tentang perbankan syariah plus artikel-artikel terbaru yang terkait tentangnya. hitung -hitung kalau memang ALLAH mengizinkan, aku ingin mengikuti lomba penulisan karya populer tentang itu yang diadakan BNI Syariah. bukan hanya karena hadiahnya saja yang menarik, yang terpenting ini juga bisa jadi bahan dan data skripsiku yang mengarah ke akuntansi syariah, sekaligus syiar bahwa Islam itu betul-betul komprehensif dan rahmatan lil 'alamin. ya...ALLAH bantu hamba-Mu yang lemah ini.
Tiba-tiba ketika aku sedang larut dalam lamunan sambil menunggu loading internet connection, salah seorang teman yang sedari tadi mencariku bilang "ni, dicariin tuh ma Bell". kupikir-pikir ada apa juga dia mencariku, pasti sesuatu yang penting. tak lama kemudian dia datang , dengan senyumnya yang merekah ditambah matanya yang berbinar-binar "nih dia si kerudung biru" ejeknya karena melirik blog-ku yang bertuliskan 'kerudung biru' atau mungkin karena dia tahu dan kenal dengan sahabat lamanya ini yang tergila-gila dengan warna biru, atau bisa jadi karena aku sering memakai jilbab biru seperti saat ini. lalu dia mengeluarkan sesuatu dari tas hitamnya, tanpa basa-basi dia hanya bilang "nih buat si kerudung biru! karena lo buka blog pake nama itu, jadi gue kasih dah pasmina biru ini" ujarnya dengan logat yang kental dan senyum penuh keikhlasan. sebenarnya saat itu juga aku sangat terharu, tapi dasar memang lagi datang "jaga imej"ku, aku berusaha untuk biasa-biasa saja. bahkan aku sempat bercanda kecil terkait dengan pemberiannya yang ujung-ujungnya ucapan terimakasih terlontar dari mulutku. ya..ALLAH aku bersyukur sekali, dia salah seorang yang pernah mengisi hari-hariku dengan kasih sayangnya dan telah kuanggap sebagai seorang sahabat sejati. bahkan hingga saat inipun dia masih mengingatku di kala kita tak dekat lagi seperti dulu. semoga Engkau selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Mu kepadanya. semenjak diri ini mengalami metamorfosa, aku hanya bisa berharap dan berdoa untuknya agar Engkau selalu mengasihi dan menyayanginya serta memberikan yang terbaik untuknya.
semoga....
teman...tak ada lagi yang dapat kuberikan padamu
tidak juga hari-hari yang pernah kita lalui bersama
tidak juga beribu asa yang selalu kita tanamkan satu sama lain
tidak juga kata-kata yang selalu kusampaikan kepadamu hingga kau bosan
tidak juga ribuan canda yang selalu kita perbuat sesama
aku hanya memiliki senyum dan doa untukmu,
dan percayalah kau masih mengisi ruang hati ini yang pernah dan akan selalu dilanda nestapa
terimakasih untukmu yang pernah menjadi dan mungkin selalu menjadi sahabat terbaikku
makasih ya...Bell!
-temanmu yang talkative- /(^_^)\
Tiba-tiba ketika aku sedang larut dalam lamunan sambil menunggu loading internet connection, salah seorang teman yang sedari tadi mencariku bilang "ni, dicariin tuh ma Bell". kupikir-pikir ada apa juga dia mencariku, pasti sesuatu yang penting. tak lama kemudian dia datang , dengan senyumnya yang merekah ditambah matanya yang berbinar-binar "nih dia si kerudung biru" ejeknya karena melirik blog-ku yang bertuliskan 'kerudung biru' atau mungkin karena dia tahu dan kenal dengan sahabat lamanya ini yang tergila-gila dengan warna biru, atau bisa jadi karena aku sering memakai jilbab biru seperti saat ini. lalu dia mengeluarkan sesuatu dari tas hitamnya, tanpa basa-basi dia hanya bilang "nih buat si kerudung biru! karena lo buka blog pake nama itu, jadi gue kasih dah pasmina biru ini" ujarnya dengan logat yang kental dan senyum penuh keikhlasan. sebenarnya saat itu juga aku sangat terharu, tapi dasar memang lagi datang "jaga imej"ku, aku berusaha untuk biasa-biasa saja. bahkan aku sempat bercanda kecil terkait dengan pemberiannya yang ujung-ujungnya ucapan terimakasih terlontar dari mulutku. ya..ALLAH aku bersyukur sekali, dia salah seorang yang pernah mengisi hari-hariku dengan kasih sayangnya dan telah kuanggap sebagai seorang sahabat sejati. bahkan hingga saat inipun dia masih mengingatku di kala kita tak dekat lagi seperti dulu. semoga Engkau selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Mu kepadanya. semenjak diri ini mengalami metamorfosa, aku hanya bisa berharap dan berdoa untuknya agar Engkau selalu mengasihi dan menyayanginya serta memberikan yang terbaik untuknya.
semoga....
teman...tak ada lagi yang dapat kuberikan padamu
tidak juga hari-hari yang pernah kita lalui bersama
tidak juga beribu asa yang selalu kita tanamkan satu sama lain
tidak juga kata-kata yang selalu kusampaikan kepadamu hingga kau bosan
tidak juga ribuan canda yang selalu kita perbuat sesama
aku hanya memiliki senyum dan doa untukmu,
dan percayalah kau masih mengisi ruang hati ini yang pernah dan akan selalu dilanda nestapa
terimakasih untukmu yang pernah menjadi dan mungkin selalu menjadi sahabat terbaikku
makasih ya...Bell!
-temanmu yang talkative- /(^_^)\
02 March, 2005
demam, kenaikan bbm dan demonstrasi
Lagi dan lagi suhu tubuhku naik pagi ini, padahal aku hari ini kuliah dari pagi hingga sore, tapi tubuh ini sulit untuk bsngkit. Subuh tadi setelah mendekat pada-Nya dan mengerjakan tugas meskipun belum selesai aku tertidur lagi. ya... ALLAH apa yang terjadi denganku? Dua minggu ini selalu keadaannya seperti ini. Lain aku lain juga keadaan teman-teman mahasiswa, terutama mahasiswa UNHAS. Hari ini mereka semua terlantar akibat hampir semua (sedikit yang tidak) sopir pete-pete unjuk rasa, unjuk rasa karena kenaikan BBM yang resmi sejak kemarin. Aku baru tahu keadaan itu pukul 11.00 WITA tadi tadi sewaktu berangkat ke kampus. Dengan kondisi tubuh yang maih lemah, memaksakan diri untuk tetap SEMANGAAAT!!! Setiba di depan lorong jalan raya , dengan sabar aku menunggu. sudah tiga pete-pete kucoba hentikan, tapi mereka tetap terus melaju dengan keadaan kosong melompong. Ah...seorang daeng becak berseru "nda adaji itu pete-pete kampus de...,demomi...". Aku mulai gelisah , pasalnya minggu lalu aku tak masuk mata kuliah KOMPAK (akronim dari Komputer Akuntansi) padahal aku lumayan menyukai mata kuliah itu, dengan dosen yang sangat kukagumi kecerdasannya meskipun teman-teman bercerita tak pernah mengerti apa yang dia katakan dan ajarkan di depan kelas (kasarnya dia tak tahu mentrasformasikan ilmunya). Setelah sekian lama menunggu, alhamdulillah akhirnya masih ada seorang sopir pete-pete yang mau mengerti kami sebagai mahasiswa, dia mengangkut aku dan teman-teman. Semoga ALLAH membalas semua kebaikannya, meskipun dia nantinya dimarahi teman-temannya yang sedang asyik berdemonstrasi.
01 March, 2005
cerpenkoe
Surat untuk sahabat
Aku telah lama mengenalmu, tepatnya saat hari kelahiranku 21 tahun silam. Keluarga menyambut kehadiranku dengan penuh sukacita, entahlah nasibmu. Mereka tak pernah berusaha mengenalmu, akupun seperti itu tak pernah menghiraukanmu meskipun kau selalu membayang-bayangi hidupku. Aku masih seorang gadis cilik yang lugu dan polos. Waktu itu kau tak berarti apa-apa bagiku. Masa kecilku seperti halnya kisah putri di sebuah negeri dongeng, bukan seperti kisah anak-anak di sinetronnya Raam Punjabi yang tak mendidik itu. Tiga ribu enam ratus lima puluh hari tepatnya, kala itu aku mulai merasa dekat denganmu. Aku genap berusia sepuluh tahun. Perkenalan kita diawali ketika kejadian ibuku menyatakan menyerah atas pernikahannya dengan ayah, lalu ia melarikan diri dan berusaha menjauh sejauh-jauhnya dari ayah juga kami. Kata orang disekitarku, itu suatu hal yang biasa terjadi dalam suatu hubungan. Selalu datang dan pergi, serta tak selamanya baik. Seperti halnya artis dari zaman ke zaman selalu ada konflik kawin cerai. Tapi ibuku bukan artis dan aku tidak menganggap hal ini merupakan suatu kewajaran. Jujur saja meskipun aku waktu itu baru anak kemarin sore yang tak mengerti apa-apa. Kupikir segala sesuatu itu dengan segala alasan apapun selalu dicari pembenarannya. Aku selalu bertanya padamu, kaupun selalu berusaha menenangkan dan herannya semua yang kau lakukan padaku berhasil.
Tak dapat disangkal, akhirnya kita berteman baik. Beberapa hari setelah siang dan malam saling bergantian hadir, kemurungan kecil menerpaku. Aku belum terlalu mengerti apa yang terjadi pada orang tuaku saat itu, tetapi mereka menayakan hal yang sulit untuk kujawab dan aku harus memutuskannya. Kau selalu menghiburku dengan teriakan penuh semangat “ayolah!jangan bingung. Aku tahu kau sulit untuk memutuskan ikut dengan siapa, tapi sebaiknya ikutlah dengan ibumu tanpa meninggalkan ayahmu. Sekarang jangan murung lagi!”
Sebenarnya kau tahu, kemurungan dan kesedihan ini bukan hanya karena kejadian itu. Tapi juga karena penyesalanku mengapa saat itu aku baru dekat denganmu. Dan untuk pertama kalinya air mata ini jatuh berkat sentuhanmu. Kau tahu!!! Pagi itu aku melihat ayah mencambuk adik kesayanganku dengan ikat pinggang kulit hitam miliknya, diselingi juga hantaman hanger besi ke arah kakinya berkali-kali. Ia menagis sejadi-jadinya dan memohon ampun seperti seorang budak yang meringkuk pedih sambil tertatih. Pada saat itu aku tak tega meninggalkannya, namun kau berbisik kepadaku untuk lari pada saat itu juga. Kau dan aku terkurung dalam kecemasan. Luapan emosi, dendam dan air mata menjadi satu. Aku merasa bersalah karena telah menjadi seorang pengecut yang hanya dapat menangis dan berteriak “ampun ayah…,ampun…berhenti ayah! Jangan pukul adik lagi!” lalu aku menengadahkan kedua tanganku, berharap Tuhan datang dengan keajaibannya dan mencabut nyawa ayah saat itu juga.
Menjelang malam adikku merintih kesakitan, kakinya tak dapat digerakkan dan kulihat banyak memar hitam yang hampir membungkus seluruh bagian kulit tubuhnya. Dia segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Kulihat ayahku dengan kecemasannya, ayah bilang menyesal atas itu semua. Keesokan harinya dokter bilang adikku dengn sangat terpaksa harus menggunakan tongkat untuk menyangga kaki kanannya yang kurang berfungsi, namun kecemasanku sedikit mereda ketika dokter bilang adikku akan sembuh dan dapat berjalan seperti biasanya. Ayah juga menyesal dengan semua perbuatannya selama ini kepada ibu, adik dan tak sedikit juga kepadaku.
Setelah kejadian itu kau selalu dan terus membisikanku untuk keluar dari neraka itu, menjauh dari sang iblis yang sewaktu-waktu dapat menggila. Akhirnya di suatu pagi saat aku dan adikku hendak berangkat ke sekolah dengan bekal tambahan berupa apel merah dari ayah, kami kabur ke rumah ibu. Di sana kami menagis sejadi-jadinya, ibu sangat geram mendengarkan cerita kami. Aku sempat terlintas berpikir kalau ibu tak pernah peduli dengan aku dan adikku. Ibu seorang wanita karir yang sukses dengan usaha besarnya, karena keberhasilannya itu ia meminggirkan nalurinya sebagi seorang pengasuh dan pendidik anak-anaknya. Namun, karena kehadiranmu dan usahamu untuk menenangkanku tak ada alasan aku untuk membencinya. Aku dan adikku kembali hidup normal seperti biasanya, kembali merasakan masa kecil yang sempat muram beberapa bulan ini dengan canda meskipun hanya sementara. Ah…kau tahu bahwa aku sangat takut kehilanganmu sahabatku, bahwa aku sangat membutuhkanmu, bahwa aku sangat menyayangimu. Nur…itulah panggilan kesayanganku untukmu, kau telah hadir dalam hidupku untuk menemani hidup ini yang selalu didera beribu luka dan nestapa. Nur…kau memberikan makna dan menggerakkan diri ini untuk mendekat pada-Nya. Nur…di usiaku yang ke sembilan belas kau telah menjadi perantara hidayah yang diberikan-Nya. Aku menyesal, mengapa baru saat itu aku dekat denganmu dan memahamimu. Di lain sisi aku merasa beruntung, karena Dia masih memberikanku kesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang tak terberi sehingga aku dapat kembali membangun puing-puing reuntuhan jiwa ini. Nur… kau benar-benar sahabat sejatiku. Semua rahasiaku kau jaga dengan baik, cukup kita yang tahu dan melewati masa lalu yang pahit ini. “semua yang telah kau lalui tak pantas menghambat masa depanmu” bisikmu. Aku berpikir sejenak, tercenung dan mengingat masa lalu yang hingga saat ini masih harus kujalani. Ayah yang keras kepala dan otoriter, ibu yang masih saja sibuk dengan segala aktivitas usahanya hingga menelantarkan anak-anaknya, saudara laki-laki yang menambah noda nama baik keluarga dengan segala tindakan kriminalnya, juga seorang kakak yang terserang schizophrenia. Semua itu bagiku bukanlah menjadi masalah yang harus terlalu dipikirkan, karena aku masih memilikimu. Toh ! kau merupakan teman baikku, dan kita sepakat untuk selalu membagi kebahagiaan dan kasih sayang untuk orang-orang disekitar kita.
Nur…orang-orang mencarimu. Mereka penasaran ingin mengetahui kau itu siapa, yang bisa menjadi teman baikku yang hampir saja terserang schizophrenia. Mereka mencoba memaksaku untuk memberitahu keberadaanmu. Maafkan aku tak dapat menghindari itu semua, tapi aku yakin mereka tak kan sanggup menemukanmu kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun. Karena kau hanya ada dalam diriku, menetap di jasadku, dan mengendalikanku dalam setiap helaan nafas kehidupan.
Engkaulah NURANIKU!!!
Aku telah lama mengenalmu, tepatnya saat hari kelahiranku 21 tahun silam. Keluarga menyambut kehadiranku dengan penuh sukacita, entahlah nasibmu. Mereka tak pernah berusaha mengenalmu, akupun seperti itu tak pernah menghiraukanmu meskipun kau selalu membayang-bayangi hidupku. Aku masih seorang gadis cilik yang lugu dan polos. Waktu itu kau tak berarti apa-apa bagiku. Masa kecilku seperti halnya kisah putri di sebuah negeri dongeng, bukan seperti kisah anak-anak di sinetronnya Raam Punjabi yang tak mendidik itu. Tiga ribu enam ratus lima puluh hari tepatnya, kala itu aku mulai merasa dekat denganmu. Aku genap berusia sepuluh tahun. Perkenalan kita diawali ketika kejadian ibuku menyatakan menyerah atas pernikahannya dengan ayah, lalu ia melarikan diri dan berusaha menjauh sejauh-jauhnya dari ayah juga kami. Kata orang disekitarku, itu suatu hal yang biasa terjadi dalam suatu hubungan. Selalu datang dan pergi, serta tak selamanya baik. Seperti halnya artis dari zaman ke zaman selalu ada konflik kawin cerai. Tapi ibuku bukan artis dan aku tidak menganggap hal ini merupakan suatu kewajaran. Jujur saja meskipun aku waktu itu baru anak kemarin sore yang tak mengerti apa-apa. Kupikir segala sesuatu itu dengan segala alasan apapun selalu dicari pembenarannya. Aku selalu bertanya padamu, kaupun selalu berusaha menenangkan dan herannya semua yang kau lakukan padaku berhasil.
Tak dapat disangkal, akhirnya kita berteman baik. Beberapa hari setelah siang dan malam saling bergantian hadir, kemurungan kecil menerpaku. Aku belum terlalu mengerti apa yang terjadi pada orang tuaku saat itu, tetapi mereka menayakan hal yang sulit untuk kujawab dan aku harus memutuskannya. Kau selalu menghiburku dengan teriakan penuh semangat “ayolah!jangan bingung. Aku tahu kau sulit untuk memutuskan ikut dengan siapa, tapi sebaiknya ikutlah dengan ibumu tanpa meninggalkan ayahmu. Sekarang jangan murung lagi!”
Sebenarnya kau tahu, kemurungan dan kesedihan ini bukan hanya karena kejadian itu. Tapi juga karena penyesalanku mengapa saat itu aku baru dekat denganmu. Dan untuk pertama kalinya air mata ini jatuh berkat sentuhanmu. Kau tahu!!! Pagi itu aku melihat ayah mencambuk adik kesayanganku dengan ikat pinggang kulit hitam miliknya, diselingi juga hantaman hanger besi ke arah kakinya berkali-kali. Ia menagis sejadi-jadinya dan memohon ampun seperti seorang budak yang meringkuk pedih sambil tertatih. Pada saat itu aku tak tega meninggalkannya, namun kau berbisik kepadaku untuk lari pada saat itu juga. Kau dan aku terkurung dalam kecemasan. Luapan emosi, dendam dan air mata menjadi satu. Aku merasa bersalah karena telah menjadi seorang pengecut yang hanya dapat menangis dan berteriak “ampun ayah…,ampun…berhenti ayah! Jangan pukul adik lagi!” lalu aku menengadahkan kedua tanganku, berharap Tuhan datang dengan keajaibannya dan mencabut nyawa ayah saat itu juga.
Menjelang malam adikku merintih kesakitan, kakinya tak dapat digerakkan dan kulihat banyak memar hitam yang hampir membungkus seluruh bagian kulit tubuhnya. Dia segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Kulihat ayahku dengan kecemasannya, ayah bilang menyesal atas itu semua. Keesokan harinya dokter bilang adikku dengn sangat terpaksa harus menggunakan tongkat untuk menyangga kaki kanannya yang kurang berfungsi, namun kecemasanku sedikit mereda ketika dokter bilang adikku akan sembuh dan dapat berjalan seperti biasanya. Ayah juga menyesal dengan semua perbuatannya selama ini kepada ibu, adik dan tak sedikit juga kepadaku.
Setelah kejadian itu kau selalu dan terus membisikanku untuk keluar dari neraka itu, menjauh dari sang iblis yang sewaktu-waktu dapat menggila. Akhirnya di suatu pagi saat aku dan adikku hendak berangkat ke sekolah dengan bekal tambahan berupa apel merah dari ayah, kami kabur ke rumah ibu. Di sana kami menagis sejadi-jadinya, ibu sangat geram mendengarkan cerita kami. Aku sempat terlintas berpikir kalau ibu tak pernah peduli dengan aku dan adikku. Ibu seorang wanita karir yang sukses dengan usaha besarnya, karena keberhasilannya itu ia meminggirkan nalurinya sebagi seorang pengasuh dan pendidik anak-anaknya. Namun, karena kehadiranmu dan usahamu untuk menenangkanku tak ada alasan aku untuk membencinya. Aku dan adikku kembali hidup normal seperti biasanya, kembali merasakan masa kecil yang sempat muram beberapa bulan ini dengan canda meskipun hanya sementara. Ah…kau tahu bahwa aku sangat takut kehilanganmu sahabatku, bahwa aku sangat membutuhkanmu, bahwa aku sangat menyayangimu. Nur…itulah panggilan kesayanganku untukmu, kau telah hadir dalam hidupku untuk menemani hidup ini yang selalu didera beribu luka dan nestapa. Nur…kau memberikan makna dan menggerakkan diri ini untuk mendekat pada-Nya. Nur…di usiaku yang ke sembilan belas kau telah menjadi perantara hidayah yang diberikan-Nya. Aku menyesal, mengapa baru saat itu aku dekat denganmu dan memahamimu. Di lain sisi aku merasa beruntung, karena Dia masih memberikanku kesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang tak terberi sehingga aku dapat kembali membangun puing-puing reuntuhan jiwa ini. Nur… kau benar-benar sahabat sejatiku. Semua rahasiaku kau jaga dengan baik, cukup kita yang tahu dan melewati masa lalu yang pahit ini. “semua yang telah kau lalui tak pantas menghambat masa depanmu” bisikmu. Aku berpikir sejenak, tercenung dan mengingat masa lalu yang hingga saat ini masih harus kujalani. Ayah yang keras kepala dan otoriter, ibu yang masih saja sibuk dengan segala aktivitas usahanya hingga menelantarkan anak-anaknya, saudara laki-laki yang menambah noda nama baik keluarga dengan segala tindakan kriminalnya, juga seorang kakak yang terserang schizophrenia. Semua itu bagiku bukanlah menjadi masalah yang harus terlalu dipikirkan, karena aku masih memilikimu. Toh ! kau merupakan teman baikku, dan kita sepakat untuk selalu membagi kebahagiaan dan kasih sayang untuk orang-orang disekitar kita.
Nur…orang-orang mencarimu. Mereka penasaran ingin mengetahui kau itu siapa, yang bisa menjadi teman baikku yang hampir saja terserang schizophrenia. Mereka mencoba memaksaku untuk memberitahu keberadaanmu. Maafkan aku tak dapat menghindari itu semua, tapi aku yakin mereka tak kan sanggup menemukanmu kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun. Karena kau hanya ada dalam diriku, menetap di jasadku, dan mengendalikanku dalam setiap helaan nafas kehidupan.
Engkaulah NURANIKU!!!
have u ever read books per day???
Buku adalah seperti makanan, tetapi makanan untuk jiwa dan pikiran.
Buku adalah obat untuk luka, penyakit, dan kelemahan-kelemahan perasaan dan pikiran manusia.
Jika buku mengandung racun, jika buku dipalsukan,
akan timbul kerusakan yang sangat besar.
(Ali Syari’ati)
jadi…banyaklah membaca !!! membaca juga dari kehidupan…
Buku adalah obat untuk luka, penyakit, dan kelemahan-kelemahan perasaan dan pikiran manusia.
Jika buku mengandung racun, jika buku dipalsukan,
akan timbul kerusakan yang sangat besar.
(Ali Syari’ati)
jadi…banyaklah membaca !!! membaca juga dari kehidupan…
Subscribe to:
Posts (Atom)